Semakin meningkatnya layanan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) akhir-akhir ini paling tidak memunculkan harapan bagi masyarakat pemerhati PAUD di Indonesia. Menjelang tahun ajaran baru pendidikan, masyarakat banyak disuguhkan dengan berbagai promosi penawaran penyelenggaraan pendidikan anak usia dini baik formal maupun non formal. Penawaran pendidikan usia dini formal diwakili oleh Taman Kanak-Kanak. Sementara pendidikan anak usia dini non formal bisa berupa penitipan anak dan kelompok bermain. Penawaran yang menjanjikan pelayanan pengasuhan anak usia dini secara profesional dari segi fasilitas, sumber daya manusia serta metodologi yang unggul yang tepat untuk anak-anak. Bahkan pelayanan informal untuk parenting ( orangtua ) pun mulai beragam dikembangkan.
Fenomena ini menunjukkan meningkatnya kesadaran orang tua, masyarakat dan tentunya pemerintah dalam memperhatikan tumbuh kembang anak sejak dini. Sejalan dengan itu menurut Soemiarti Patmonodewo (2007) Anak-anak masa kini adalah masa depan bangsa kita, apa yang terjadi pada hari pertama merupakan awal perkembangan kepribadiannya dan kemudian mewarnai kualitas masyarakat dan kemudian berdampak pada kondisi dunia.
Bagi masyarakat pemerhati pendidikan tentunya berharap bahwa ini bisa menjadi investasi masa depan bangsa yang saat ini sedang mengalami krisis kepemimpinan. Negeri ini sungguh sangat membutuhkan generasi yang bukan hanya unggul dalam kapasitas skill dan intelektual semata, namun lebih penting lagi harus memiliki integritas moral tinggi dan karakter yang kuat sebagai pemimpin sekaligus pelayan bagi rakyat.
Kalau ditinjau dari pentingnya perhatian direntang usia dini 0 sampai 6 tahun, ini merupakan usia emas (golden age) bagi anak. Sigmund Freud menyebutnya sebagai lima tahun pertama yang paling penting. Hal ini dikuatkan dengan penelitian Benyamin S. Bloom yang menyebutkan bahwa pada usia empat tahun anak sudah membentuk 50% kecerdasan yang akan dimilikinya setelah dewasa. Dan di usia 6 tahun anak telah mencapai 2/3 kecerdasan yang akan dimiliki pada usia 17 tahun. Ini menunjukkan bahwa usia dini merupakan periode penting untuk membentuk karakter anak di kemudian hari. Pembentukan karakter sangat tepat bila ditanamkan sejak usia dini.
Mengingat pentingnya hal tersebut pendidikan anak usia dini perlu mendapatkan perhatian yang besar. Tidak hanya dari pemerintah dan pemerhati PAUD saja. Namun keberhasilan pendidikan anak usia dini sangat ditentukan oleh kesadaran dan partisipasi seluruh komponen masyarakat yang ada. Didalam Undang-Undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas) menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini sejajar dengan pendidikan lainnya. Secara yuridis formal keberadaan PAUD telah dijamin oleh negara. Untuk penyelenggaraannya bisa melalui pendidikan formal, nonformal dan informal.
Meskipun demikian jika dibandingkan dengan negara tetangga lain di Asia Tenggara tingkat partisipasi PAUD di Indonesia masih jauh lebih kalah. Bandingkan saja dengan di Malaysia yang sudah mencapai 89%, Thailand 86%, Vietnam 43%. Sementara di Indonesia angka partisipasi PAUD masih 22% (kompas, 05 Desember 2006).
Sementara Alisher Umarov Programe specialist UNESCO menyebutkan bahwa di Malaysia, Filipina dan Thailand anggaran untuk PAUD rata-rata telah mecapai diatas 10%.
Sebenarnya di Indonesia sendiri perhatian pemerintah terhadap PAUD dari waktu ke waktupun semakin besar . Meski bisa dikatakan resminya Direktorat PAUD masih terhitung baru, yaitu sesuai dengan peraturan Mendiknas no.13 / 2005, namun masyarakat bisa merasakan adanya perkembangan yang cukup pesat. Setidaknya secara operasional 3 pilar arah kebijakan yang tertuang dalam renstra depdiknas 2005-2009 sudah mulai nampak perkembangannya. Tiga pilar arah kebijakan itu meliputi 1)Perluasan dan pemerataan akses,2)Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,3)Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik
Mengenai program perluasan dan pemerataan akses, penulis berpendapat bahwa apa yang telah dilakukan pemerintah untuk menggalang kemitraan perlu dioptimalkan dengan lebih memprioritaskan kemudahan akses pelayanan pada masyarakat bawah khususnya keluarga miskin. Beberapa waktu yang lalu tepatnya tanggal 11 mei 2008 bersama teman-teman aktivis PWK ( pos wanita keadilan ) disemarang, penulis menemukan kasus seorang ibu muda. Ibu tersebut sedang mengandung 11 bulan namun kandungan itu belum juga lahir dan baru sekali memeriksakan diri ketika usia kandungan 6 bulan karena faktor biaya. Kasus sebelumnya pernah dua kali ibu tersebut keguguran sementara anaknya yang hidup dengan usia 1,5 tahun belum juga bisa berjalan. Padahal ibu tersebut tinggal di kota. Artinya kasus ini bisa menjadi data bagi kita bahwa pelayanan informal pada masyarakat bawah khususnya keluarga miskin perlu menjadi prioritas dalam pemerataan layanan. Program kemitraan dan kerja sama dengan berbagai instansi , pakar, LSM peduli PAUD, organisasi wanita PKK dan sejenisnya, politisi dan pemerhati PAUD perlu terus dikembangkan. Namun juga perlu selektif , harapannya supaya kepercayaan pemerintah tidak disalah gunakan oleh pihak-pihak tertentu yang hanya mencari keuntungan semata.
Kemudian mengenai peningkatan mutu , relevansi dan daya saing , penulis berharap kualitas layanan PAUD harus dipersiapkan secara matang dan profesional terutama mengenai kualitas tenaga pendidiknya. Ini mejadi sangat penting karena kualitas output PAUD sangat ditentukan kualitas para pendidiknya. Keberhasilan pembentukan karakter dan kecerdasan anak akan gagal atau tidak optimal jika para pendidik ( guru maupun orangtua) tidak memiliki skill yang cukup untuk memahami karakteristik anak dari permasalahan maupun penanganannya. Karena pada dasarnya setiap anak itu unik dan terlahir dengan potensi yang berbeda-beda. Menurut teori multiple intelegencies (Gardner) menyebutkan ada 8 tipe kecerdasan. Biasanya seorang anak memiliki satu atau lebih kecerdasan . tetapi sangat jarang yang memiliki secara sempurna 8 kecerdasan tersebut. Tugas para pendidiklah untuk membimbing dan mengembangkan potensi itu agar berkembang optimal sesuai tipe kecerdasannya. Para pendidik harus memahami kebutuhan khusus dan individual anak. Jadi sekarang sudah tidak masanya lagi memilih guru anak usia dini hanya berbekal sabar dan pandai menyanyi saja. Namun mereka butuh bekal yang cukup memadai untuk bisa merealisasikan terbentuknya anak Indonesia yang sehat, cerdas dan berakhlak mulia. Yang juga penting dilakukan oleh pemerintah untuk saat ini adalah mencetak kader kader pendidik yang kredibel sesuai dengan bidangnya.
Sayangnya, sampai saat ini masih sangat jarang perguruan Tinggi yang membuka program jurusan S1 PAUD. Setidaknya ditempat penulis sendiri hingga saat ini , belum ada perguruan tinggi yang membuka program PAUD tersebut baik negari maupun swasta. Padahal semakin berkembangnya layanan PAUD baik formal,non formal maupun informal di lapangan sangat membutuhkan SDM yang berkompeten dibidangnya. Di negara maju semacam Amerika,Inggris dan Perancis banyak para pendidik PAUD yang bergelar Master dan Doktor , mereka juga aktif menulis buku buku tentang PAUD. Sehingga wajar bila banyak dari asosiasi mereka berhasil menghasilkan karya-karya besar diantaranya yang dikenal dengan DAP (developmentally appropriate practice) yang telah menjadi acuan pengembangan PAUD di berbagai negara.
Selain itu kita juga bisa belajar dari program Missouri Parent of Teacher (PAT) di Amerika Serikat yang mulai digagas pada tahun 1981 sebagai program percontohan Parent as first teachers ( orangtua sebagai guru pertama). Program tersebut ditujukan untuk mendidik para orangtua sehingga mereka mampu mendidik anak-anaknya sendiri. Sekarang program ini menjadi layanan yang dibiayai pemerintah. Sekitar 60.000 keluarga dengan anak usia 0-3 tahun telah mengikuti program tersebut. Mereka dibimbing oleh sekitar 1500 pendidik orangtua yang terlatih yang bekerja sebagai honorer. (Suara Karya online 2 september 2006).
Yang perlu diantisipasi bersama, jangan sampai anggaran yang cukup besar untuk pelayanan PAUD banyak terfokus untuk melayani sebanyak-banyaknya tanpa melihat mutu layanan PAUD itu sendiri. Penyiapan pendidik dan pengelola PAUD harus menjadi program penting agar upaya yang telah dilakukan tidak menjadi mubadzir karena rendahnya kualitas layanan PAUD. Dengan demikian tidak berlebihan jika kita semua berharap bahwa infestasi terhadap PAUD akan mampu melahirkan keuntungan yang besar dimasa depan. Kehadiran layanan PAUD diharapkan mampu melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu berkompetisi dengan negara-negara maju lain di dunia. (nv_geulis)
Bagi masyarakat pemerhati pendidikan tentunya berharap bahwa ini bisa menjadi investasi masa depan bangsa yang saat ini sedang mengalami krisis kepemimpinan. Negeri ini sungguh sangat membutuhkan generasi yang bukan hanya unggul dalam kapasitas skill dan intelektual semata, namun lebih penting lagi harus memiliki integritas moral tinggi dan karakter yang kuat sebagai pemimpin sekaligus pelayan bagi rakyat.
Kalau ditinjau dari pentingnya perhatian direntang usia dini 0 sampai 6 tahun, ini merupakan usia emas (golden age) bagi anak. Sigmund Freud menyebutnya sebagai lima tahun pertama yang paling penting. Hal ini dikuatkan dengan penelitian Benyamin S. Bloom yang menyebutkan bahwa pada usia empat tahun anak sudah membentuk 50% kecerdasan yang akan dimilikinya setelah dewasa. Dan di usia 6 tahun anak telah mencapai 2/3 kecerdasan yang akan dimiliki pada usia 17 tahun. Ini menunjukkan bahwa usia dini merupakan periode penting untuk membentuk karakter anak di kemudian hari. Pembentukan karakter sangat tepat bila ditanamkan sejak usia dini.
Mengingat pentingnya hal tersebut pendidikan anak usia dini perlu mendapatkan perhatian yang besar. Tidak hanya dari pemerintah dan pemerhati PAUD saja. Namun keberhasilan pendidikan anak usia dini sangat ditentukan oleh kesadaran dan partisipasi seluruh komponen masyarakat yang ada. Didalam Undang-Undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas) menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini sejajar dengan pendidikan lainnya. Secara yuridis formal keberadaan PAUD telah dijamin oleh negara. Untuk penyelenggaraannya bisa melalui pendidikan formal, nonformal dan informal.
Meskipun demikian jika dibandingkan dengan negara tetangga lain di Asia Tenggara tingkat partisipasi PAUD di Indonesia masih jauh lebih kalah. Bandingkan saja dengan di Malaysia yang sudah mencapai 89%, Thailand 86%, Vietnam 43%. Sementara di Indonesia angka partisipasi PAUD masih 22% (kompas, 05 Desember 2006).
Sementara Alisher Umarov Programe specialist UNESCO menyebutkan bahwa di Malaysia, Filipina dan Thailand anggaran untuk PAUD rata-rata telah mecapai diatas 10%.
Sebenarnya di Indonesia sendiri perhatian pemerintah terhadap PAUD dari waktu ke waktupun semakin besar . Meski bisa dikatakan resminya Direktorat PAUD masih terhitung baru, yaitu sesuai dengan peraturan Mendiknas no.13 / 2005, namun masyarakat bisa merasakan adanya perkembangan yang cukup pesat. Setidaknya secara operasional 3 pilar arah kebijakan yang tertuang dalam renstra depdiknas 2005-2009 sudah mulai nampak perkembangannya. Tiga pilar arah kebijakan itu meliputi 1)Perluasan dan pemerataan akses,2)Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,3)Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik
Mengenai program perluasan dan pemerataan akses, penulis berpendapat bahwa apa yang telah dilakukan pemerintah untuk menggalang kemitraan perlu dioptimalkan dengan lebih memprioritaskan kemudahan akses pelayanan pada masyarakat bawah khususnya keluarga miskin. Beberapa waktu yang lalu tepatnya tanggal 11 mei 2008 bersama teman-teman aktivis PWK ( pos wanita keadilan ) disemarang, penulis menemukan kasus seorang ibu muda. Ibu tersebut sedang mengandung 11 bulan namun kandungan itu belum juga lahir dan baru sekali memeriksakan diri ketika usia kandungan 6 bulan karena faktor biaya. Kasus sebelumnya pernah dua kali ibu tersebut keguguran sementara anaknya yang hidup dengan usia 1,5 tahun belum juga bisa berjalan. Padahal ibu tersebut tinggal di kota. Artinya kasus ini bisa menjadi data bagi kita bahwa pelayanan informal pada masyarakat bawah khususnya keluarga miskin perlu menjadi prioritas dalam pemerataan layanan. Program kemitraan dan kerja sama dengan berbagai instansi , pakar, LSM peduli PAUD, organisasi wanita PKK dan sejenisnya, politisi dan pemerhati PAUD perlu terus dikembangkan. Namun juga perlu selektif , harapannya supaya kepercayaan pemerintah tidak disalah gunakan oleh pihak-pihak tertentu yang hanya mencari keuntungan semata.
Kemudian mengenai peningkatan mutu , relevansi dan daya saing , penulis berharap kualitas layanan PAUD harus dipersiapkan secara matang dan profesional terutama mengenai kualitas tenaga pendidiknya. Ini mejadi sangat penting karena kualitas output PAUD sangat ditentukan kualitas para pendidiknya. Keberhasilan pembentukan karakter dan kecerdasan anak akan gagal atau tidak optimal jika para pendidik ( guru maupun orangtua) tidak memiliki skill yang cukup untuk memahami karakteristik anak dari permasalahan maupun penanganannya. Karena pada dasarnya setiap anak itu unik dan terlahir dengan potensi yang berbeda-beda. Menurut teori multiple intelegencies (Gardner) menyebutkan ada 8 tipe kecerdasan. Biasanya seorang anak memiliki satu atau lebih kecerdasan . tetapi sangat jarang yang memiliki secara sempurna 8 kecerdasan tersebut. Tugas para pendidiklah untuk membimbing dan mengembangkan potensi itu agar berkembang optimal sesuai tipe kecerdasannya. Para pendidik harus memahami kebutuhan khusus dan individual anak. Jadi sekarang sudah tidak masanya lagi memilih guru anak usia dini hanya berbekal sabar dan pandai menyanyi saja. Namun mereka butuh bekal yang cukup memadai untuk bisa merealisasikan terbentuknya anak Indonesia yang sehat, cerdas dan berakhlak mulia. Yang juga penting dilakukan oleh pemerintah untuk saat ini adalah mencetak kader kader pendidik yang kredibel sesuai dengan bidangnya.
Sayangnya, sampai saat ini masih sangat jarang perguruan Tinggi yang membuka program jurusan S1 PAUD. Setidaknya ditempat penulis sendiri hingga saat ini , belum ada perguruan tinggi yang membuka program PAUD tersebut baik negari maupun swasta. Padahal semakin berkembangnya layanan PAUD baik formal,non formal maupun informal di lapangan sangat membutuhkan SDM yang berkompeten dibidangnya. Di negara maju semacam Amerika,Inggris dan Perancis banyak para pendidik PAUD yang bergelar Master dan Doktor , mereka juga aktif menulis buku buku tentang PAUD. Sehingga wajar bila banyak dari asosiasi mereka berhasil menghasilkan karya-karya besar diantaranya yang dikenal dengan DAP (developmentally appropriate practice) yang telah menjadi acuan pengembangan PAUD di berbagai negara.
Selain itu kita juga bisa belajar dari program Missouri Parent of Teacher (PAT) di Amerika Serikat yang mulai digagas pada tahun 1981 sebagai program percontohan Parent as first teachers ( orangtua sebagai guru pertama). Program tersebut ditujukan untuk mendidik para orangtua sehingga mereka mampu mendidik anak-anaknya sendiri. Sekarang program ini menjadi layanan yang dibiayai pemerintah. Sekitar 60.000 keluarga dengan anak usia 0-3 tahun telah mengikuti program tersebut. Mereka dibimbing oleh sekitar 1500 pendidik orangtua yang terlatih yang bekerja sebagai honorer. (Suara Karya online 2 september 2006).
Yang perlu diantisipasi bersama, jangan sampai anggaran yang cukup besar untuk pelayanan PAUD banyak terfokus untuk melayani sebanyak-banyaknya tanpa melihat mutu layanan PAUD itu sendiri. Penyiapan pendidik dan pengelola PAUD harus menjadi program penting agar upaya yang telah dilakukan tidak menjadi mubadzir karena rendahnya kualitas layanan PAUD. Dengan demikian tidak berlebihan jika kita semua berharap bahwa infestasi terhadap PAUD akan mampu melahirkan keuntungan yang besar dimasa depan. Kehadiran layanan PAUD diharapkan mampu melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu berkompetisi dengan negara-negara maju lain di dunia. (nv_geulis)
1 komentar:
ini... baru tulisan serius dari bu guru...
barokallah buk.....
s u k s e s
Posting Komentar